Halaman

Senin, 25 November 2013

PENGASAPAN IKAN TONGKOL



II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1.      Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional.
            Pengolahan Tradisional yaitu cara yang biasa dilakukan oleh nelayan kita menurut tradisi yang sudah turun-temurun sejak dahulu (Kurniadi, 2010). Pada zaman dahulu, manusia menghabiskan waktunya hanya untuk mencari makanan, namun semakin berkembangnya peradaban kehidupan manusia dan bertambahnya hal – hal yang harus mereka selesaikan dalam hidupnya membuat mereka harus  melakukan suatu tindakan untuk memenuhi ketersedian bahan makanan yang akan mereka manfaatkan dalam jangka waktu yang lebih panjang.
            Menurut Kurniadi (2010) Berbagai jenis pengolahan tradisional yang telah berkembang di masyarakat yaitu :
-       Penggaraman
Biasanya istilah penggaraman secara umum juga di artikan sebagai pengasinan (salting) yang dimaksud dengan penggaraman dalam arti yang luas adalah merupakan kombinasi dari berbagai proses yang bertujuan untuk mengawetkan ikan dengan garam. Proses tersebut meliputi pencucian, penyiangan dan pengenapan. Dalam arti yang sempit adalah suatu proses di mana ikan di rendam dalam garam baik dalam bentuk kristal maupun bentuk cairan sehingga garam dapat meresap dalam daging ikan di samping itu, penggaraman dapat di artikan sebagai kombinasi proses pcychohemreal dimana garam merembes dalam daging ikan dan sebaiknya air yang terdapat pada tubuh ikan keluar. Akibatnya akan terjadi perubahan pada ikan baik perubahan berat maupun perubahan bentuk dan sifatnya.

-          Pemindangan
Pemindangan merupakan salah satu metode pengolahan hasil perikanan tradisional. Selain itu pemindangan ikan juga merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus/memanaskan ikan dalam suasana beragam dan waktu tertentu di dalam suatu wadah. Garam yang di gunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri, pembusukan dan patogen. Selain itu pemanasan dengan kadar garam yang tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak.
kelebihan yang dimiliki ikan pindang yaitu hasil olahannya dapat di konsumsi tanpa harus di masak dahulu, dan rasanya sesuai selera. Selain itu cara pembuatannya sederhana dan biaya pengolahannya tak terlalu mahal, berdasarkan hal itu di harapkan ikan pindang dapat menggantikan kedudukan ikan asin dalam memenuhi kebutuhan protein khususnyadan komoditas perairan.
-          Pengasapan
Suatu metode pengawetan ikan yang merupakan kombinasi dari proses penggaraman dan pengeringan dan penyerapan senyawa-senyawa kimia yang berasal dari asap. Selain memperpanjang masa simpan ikan, pengasapan juga menimbulkan rasa dan aroma yang khas yang di sukai oleh penduduk di daerah tertentu. Faktor yang paling berperan dalam pengasapan adalah pemilihan sumber asap, sumber asap yang baik adalah dari golongan kayu keras contoh: kayu bakau kering, kayu oak dan tempurung kelapa. Pengasapan yang menggunakan kayu keras yang mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran selulosa dan lignin.

-          Fermentasi Bekasam
Ikan bekasam merupakan salah satu produk ikan awetan yang pengolahannya menggunakan metode penggaraman yang di kombinasikan dengan fermentasi, dalam proses pembuatannya bekasam mengalami 2 macam proses fermentasi yaitu fermentasi protein dan karbohidrat, hal ini di karnakan selama fermentasi selain garam juga di tambahkan hasil sebagai organisme , dari hasil fermentasi karbohidrat bagi mikroorganisme dari hasil fermentasi karbohidrat akan di hasilkan beberapa senyawa al-kohol seperti : etil alkohol, asam laktat, asam asetat dan asam propionat yang berfungsi sebagai pengawet, dengan adanya senyawa tersebut ikan dapat di simpan lebih lama serta tidak mengalami perubahan kualitas.

2.2.      Pengasapan Ikan
2.2.1.   Pengertian Pengasapan
            Pengasapan Ikan adalah pengolahan ikan dengan cara menghubungkan aktifitas penggaraman, pengeringan, dan pengasapan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari hasil pembakaran kayu (Sutoyo, 1987).
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permulaan tubuh kita, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Rabiatun,2007).
2.2.2.   Jenis-Jenis Pengasapan
Sutoyo (1987), berpendapat bahwa, ada dua cara pengasapan yaitu  pengasapan panas dan pengasapan dingin, semuanya tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu,berkembang pula cara pengasapan yang tergolong baru berupa pengasapan elektrik dan pengasapan liquit yang dikenal dengan asap cair. Jenis ikan yang diasap bermacam-macam, diantaranya ikan tongkol, ikan cakalang, ikan mujair dan ikan bandeng. Pada perang dunia II pengasapan ikan dimaksudkan sebagai usaha pengawetan, maka pada masa itu pengasapan ikan Berkembang sebagai usaha pengolahan sehingga rasa, aroma, warna dan tekstur menjadi tujuan utama. Berkembang pula cara pengasapan lain, yaitu pengasapan elektrik dan pengasapan liquit.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan elektrik serta pengasapan cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah sebagai berikut :
2.2.2.1. Pengasapan Panas
              Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 70-100oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).
2.2.2.2. Pengasapan Dingin

Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah, 2007).
Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin
Jenis pengasapan
Temperetur
Waktu
Daya awet
Pengasapan dingin
40-50°C
1-2 minggu
2-3 minggu sampai bulan
Pengasapan panas
70-100°C
Beberapa jam
Beberapa hari
Sumber : (Murniyati dan Sunarman, 2000)

2.2.2.3. Pengasapan Elektrik
 Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang dilewatkan  medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap, kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada ruang pengasap dipasang kayu melintang dibagian atas  dan dililiti  kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut (Adawyah, 2007).
2.2.2.4. Pengasapan cair
 Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses pengasapan secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap  memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap sulit dikendalikan dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses pengasapan yang aman dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu. Menurut (Mubarokhah, 2008) asap cair atau liquid smoke merupakan kondensat alami bersifat cair dari hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.
 Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan  air lalu ditambahkan  garam dapur  secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan  dikeringkan ditempat teduh ( Adawyah, 2007). Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair merupakan  kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan (Waluyo, 2002). Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah :
a)  Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
b)  Lebih intensif dalam pemberian aroma
c)  Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
d)  Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
e)  Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
f)   Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
g)  Polusi lingkungan dapat diperkecil
h)  Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam makanan
Menurut Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat dibuat dari dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air untuk membantu proses pendinginan asap.
2.2.3.   Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Pengasapan Ikan
            Beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan menurut Wibowo (1996), antara lain :
Ø    Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya diselimuti lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada lapisan air permukaan ikan. Agar penempelan dan pelarutan asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
Ø  Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan suhunya sekitar 29° C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
Ø  Jenis Kayu
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
Ø  Perlakuan sebelum pengasapan
Biasanya dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap. Mutu ikan akan berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami kemunduran mutu maka produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan jumlah asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau, dan warna. Semakin tebal asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.
2.2.4.   Kualitas dan Mutu Ikan Asap
            Menurut Moeljanto (1992), cara yang paling mudah untuk menilai mutu ikan asap adalah dengan menilai mutu organoleptiknya. Mutu ikan asap bergantung pada tingkat organoleptik bahan baku, sedangkan ikan yang bermutu adalah ikan yang memiliki nilai organoleptik yang tinggi tanpa adanya perubahan tekstur pada ikan. Sehingga jika ikan itu dikatakan bermutu maka ikan memliki kualitas yang bagus.
            Menurut Wibowo (1996), ada lima parameter sensorik utama yang perlu dinilai dalam uji organoleptik ikan, yaitu penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Di setiap daerah telah banyak dijumpai unit – unit pengolahan pengasapan ikan, hal itu disebabkan oleh berhasilnya mereka mengolah dan menghasilkan produk yang memiliki cita rasa yang enak dan berkualitas baik.
Untuk menunjang hal tersebut para pengusaha olahan hasil perikanan dituntut untuk memilih bahan baku yang bermutu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih bahan baku yang bermutu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kriteria mutu sensorik ikan asap
Parameter
Diskripsi Mutu Ikan Asap
Penampakan


Warna

Bau

Rasa


Sumber : Wibowo ( 1996 )

 
Tekstur
·         Permukaan ikan asap cerah, cemerlang, dan mengkilap.
·         Tidak tampak adanya kotoran berupaa darah yang mengering,sisa isi perut, abu, atau kotoran yang lainnya.
·         Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir.
·         Ikan asapbewarna coklat keemasan, coklat kekuning-kuningan, atau coklat agak gelap.
·         Bau asap lembut sampai cukup tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, tanpa bau apek.
·         Rasa lezat, enak, rasa asam tersa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, tidak berasa tengik.
·         Tekstur kompak, cukup elastik, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket.


 2.2.5.   Tujuan dan Syarat Pengasapan Ikan
                Tujuan pengasapan adalah sebagai berikut :
Ø  Untuk mengawetkan ikan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam;
Ø  Untuk memberi rasa dan aroma yang khas.
            Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar ikan asap yang dihasilkan bermutu baik antara lain :
Ø  Ikan harus dalam keadaan segar.
Ø  Tebal tipisnya asap harus disesuaikan menurut kebutuhan dan dapat dikendalikan.
Ø  Lamanya waktu pengasapan menurut kebutuhan.
Ø  Pembagian asap dapat diatur.
Ø  Ventilasi pada ruang pengasapan yang baik.

2.3.      Karakteristik Ikan sebagai Bahan Baku Pengasapan
2.3.1.   Bahan Baku Ikan Asap
            Ikan adalah bahan baku makanan yang memiliki banyak kelebihan, selain tekstur dagingnya yang menarik dan rasanya enak ikan juga mengandung protein yang tinggi. Namun demikian ikan pula memiliki beberapa kekurangan, salah satunya yaitu ikan mudah membusuk bila tidak ditangani dengan cepat setelah ditangkap. Maka dari itu hal-hal yang berkaitan dengan usaha pengawetan khususnya pengasapan ikan sangat perlu dipaparkan lebih dalam. (Sutoyo,1987).
            Sutoyo (1987), menjelaskan cara dan peralatan yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah peralatan yang sederhana, sama seperti mengasap ikan pada umumnya. Pengawetan ikan dengan cara pengasapan, tidak bias dilakukan pada semua jenis ikan. Hanya jenis-jenis ikan tertentu saja yang bisa diawetkan dengan cara pengasapan diantaranya golongan ikan tuna, dan ikan bandeng. Didaerah pesisir sering kita jumpai pengawetan ikan dengan cara pengasapan. Ikan yang sering di konsumsi sebagai pengasapan adalah ikan tongkol dan ikan bandeng.
2.3.2.   Kesegaran Ikan sebagai Bahan Baku
            Dalam pengolahan hasil perikanan dengan cara pengasapan dibutuhkan bahan baku yang berupa ikan tongkol yang segar dan berkualitas baik agar tidak merugikan konsumen. Dan dalam pemilihan ikan tongkol yang segar tersebut diperlukan beberapa penanganan atau seleksi terlebih dahulu. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang mulai membusuk dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang mulai membusuk
Organ Tubuh
Ikan Segar
Ikan Yang Mulai Busuk
Mata
Tampak terang, jernih, menonjol/cembung
Tampak Pudar, berkerut, pupil mata kelabu, Cekuing
Sisik
Melekat kuat, mengkilat, dengan warna spesifik, tertutup lendir jernih
Mudah terlepas, tanda dan warna khusus memudar
Lendir
Terdapat lendir alami menutupi tubuh ikan yang baunya khas dengan warna yang cemerlang
Berubah kekuningan, dan berbau busuk
Ingsang
Bewarna merah cerah sampai merah tua, tertutup oleh lendir bening, berbau khas ikan
Bewarna coklat kelabu, tertutup lendir keruh dan berbau asam
Kulit
Warna kulit terang dan jernih, masih kuat mwmbungkus tubuh, tidak mudah sobek terutama pada bagian perut
Menggelembung, pucat, dan berlendir banyak, mulai terlihat mengendur/  lembek pada tempat tertentu/ pecah
Daging
Kenyal/padat, menandakan rigor mortis masih berlangsung, berbau segar, dan bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang, daging perut utuh dan kenyal.
Daging lunak, menandakan rigor mortis telah selesai, mulai berbau busuk, bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan,mudah lepas dari tulang, lembek dan isi perut sering keluar.
sumber : Sutoyo (1987)

2.4.      Biologi Ikan Tongkol
2.4.1.   Klasifikasi
            Menurut Syamsudin (2007) klasifikasi ilmiah ikan Tongkol adalah sebagai berikut :
Kerajaan          : Chordata
Filum               : Actinopterygii
Kelas               : Perciformes
Ordo                : Scombridae
Famili              : Animalia
2.4.2.   Morfologi
Description: tongkol-640x250            Menurut Syamsudin (2007) Ikan Tongkol memiliki bentuk tubuh yang sedikit banyak mirip dengan torpedo, disebut fusiform, sedikit pipih di sisi-sisinya dengan moncong yang meruncing. Sirip punggung (dorsal) dua berkas, sirip punggung pertama berukuran relatif kecil dan terpisah dari sirip punggung kedua. Di belakang sirip punggung dan sirip dubur (anal) terdapat sederetan sirip-sirip kecil tambahan yang disebut finlet. Sirip ekor bercabang dalam (bercagak) dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Di kedua sisi batang ekor masing-masing terdapat dua lunas samping berukuran kecil; yang pada beberapa spesiesnya mengapit satu lunas samping yang lebih besar. Tubuh kebanyakan dengan wilayah barut badan (corselet), yakni bagian di belakang kepala dan di sekitar sirip dada yang ditutupi oleh sisik-sisik yang tebal dan agak besar. Bagian tubuh sisanya bersisik kecil atau tanpa sisik. Tulang-tulang belakang (vertebrae) antara 31–66 buah. Adapun morfologi ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 1.

 
Aspek yang luar biasa dari fisiologi tongkol adalah kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Sebagai contoh, tongkol sirip biru dapat mempertahankan suhu tubuh 75-95 °F (24-35 °C), dalam air dingin bersuhu 43 °F (6 °C). Namun, tidak seperti makhluk endotermik seperti mamalia dan burung, ikan tongkol tidak dapat mempertahankan suhu dalam kisaran yang relatif sempit.
Tongkol mampu melakukan hal tersebut dengan cara menghasilkan panas melalui proses metabolisme. Rete mirabile, jalinan pembuluh vena dan arteri yang berada di pinggiran tubuh, memindahkan panas dari darah vena ke darah arteri. Hal ini akan mengurangi pendinginan permukaan tubuh dan menjaga otot tetap hangat. Ini menyebabkan tongkol mampu berenang lebih cepat dengan energi yang lebih sedikit.
2.4.3.   Kandungan Gizi
            Ikan tongkol memiliki manfaat yang sangat penting dalam proses metabolisme tubuh, hal itu disebabkan oleh kandungan kimia dan gizi yang dimiliki ikan tongkol mampu memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh. Menurut Waringin Putih (2012) kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram daging ikan Tongkol yaitu            :
Kalori                           : 111  kkal
Protein                         :   24  gr
Lemak                         :     1  gr
Kolesterol                    :   46  mg
Zat besi                       :     0.7 mg
Besarnya kadar protein yang terkandung dalam daging ikan Tongkol sangat bermanfaat bagi tubuh, menurut Riawan (1990) Di samping digunakan untuk  pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi bila tubuh kitakekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut: karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%dan fosfor 0-3%.

2.5.      Proses Pengasapan Ikan Tongkol
Rounded Rectangle: Penerimaan Bahan Baku            Rabiatun (2007) mengatakan bahwa secara umum proses pengasapan ikan tongkol setelah bahan baku datang adalah seperti pada Gambar 2 berikut :








Gambar 2. Alur Proses Pengasapan Ikan Tongkol
 
 


















2.5.1.   Penerimaan Bahan Baku
            Untuk memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus bermutu tinggi, diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam keadaan segar . Banyak jenis ikan yang biasa diasap menurut Moeljanto (1992), diantaranya jenis ikan yang berukuran kecil (ikan teri, dan sejenisnya); ikan yang berukuran sedang (bandeng, belanak, dan sebagainya); ikan yang berukuran besar (Tuna, Tenggiri, Kakap, dan lain-lain). Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memeperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan.
Penanganan ikan segar harus menggunakan suhu rendah (dingin/beku) sehingga proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah kepada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat, selain itu pada suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat sehingga kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan.
2.5.2.   Penyiangan dan Pencucian Ikan
            Menurut Wibowo (1996) Penyiangan ikan bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar bakteri pembusuk yang terdapat pada tubuh ikan.
Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Sebelum diasapi ikan dicuci lebih dahulu untuk menghilangkan sisik, kotoran dan lendir. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai dekat anus, bila perlu kepala ikan dipotong dan bagian perut dicuci untuk menghilangkan kotoran, darah dan lapisan dinding perut yang berwarna hitam. Kemudian ikan dicuci kembali sampai bersih lalu direndam dalam larutan garam (Wibowo, 1996). Mendukung pendapat tersebut bahwa ikan – ikan yang akan diasap, harus bersih dari kotoran-kotoran yang dapat mencemari produk, dengan cara dicuci dengan air bersih dan disiangi. Cara pencucian yang baik adalah menggunakan air dingin bersuhu < 5 0 C dan bersih, mengalir yang memenuhi persyaratan air minum, hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku.
2.5.3.   Perendaman Ikan dalam Air Garam
          Dalam hal penggaraman biasanya menggunakan garam dapur NaCI. Menurut Moeljanto (1992) konsentrasi garam dan lama perendaman dalam proses penggaraman atau perendaman dalam brine (brinning) tergantung pada keinginan pengolah yang sebenamya sehingga dapat disesuaikan dengan selera konsumen atau permintaan pasar. Tahapan penggaraman ikan yang sudah bersih kemudian direndam dalam larutan garam 10%, kunyit dan daun salam selama 30 menit, perbandingan ikan dan air yang digunakan untuk merendam adalah 1 : 1.
            Penggaraman ini dimaksudkan untuk mencegah atau menghambat proses pembusukan. Karena proses pengasapan sebagai saran pengawetan berjalan lambat, maka sebelum asap itu dapat menghentikan proses pembusukan terlebih dahulu ikan diawetkan dengan cara penggaraman.
2.5.4.   Penirisan atau Pengeringan
            Ikan yang sudah digarami diangkat dari bak perendaman, terlebih dahulu harus dikeringkan supaya larutan garamnya tidak ada lagi yang menetes. Ikan harus dikeringkan, tetapi tidak boleh dengan cara dijemur langsung dibawah terik sinar matahari. Ikan digantung ditempat yang kering dan teduh selama 1-2 jam dengan mengunakan rangkaian bambu atau para-para agar lebih maksimal para-para ditata dengan ketinggian 1-1,5 meter dari tanah. Apaila memungkinkan, di tempat terbuka yang tertiup angin. Bertujuan  untuk mengeringkan bagian permukaan ikan hingga terbentuk pellicle, yaitu permukaan ikan yang licin dan elastis, terutama ikan-ikan yang tidak bersisik. Alat penggantung ikan yang dipakai dalam pengeringan tersebut biasanya penggantung ikan yang dipakai pada proses pengasapan. Timbulnya pellicle mempercepat penempelan partikel-partikel asap pada ikan.
 Setelah itu ikan ditiriskan, yaitu diletakkan berjajar-jajar diatas rak atau hamparan sebidang tempat yang dibuat dari anyaman bambu atau daun kelapa hingga ikan tersebut kering dan siap diasapi.
2.5.5.   Penyiapan Bahan Bakar Kayu
            Tahap penting lain dalam pengasapan adalah memilih jenis bahan bakar biasanya kayu yang akan digunakan. Bahan bakar lain sebagai alternatif berupa serbuk gergaji, serutan kayu, tempurung, sabut kelapa, dan sebagainya. Kayu, serutan dan serbuk gergaji merupakan pilihan yang baik asalkan dari jenis kayu keras, tidak banyak mengandung resin, getah, atau damar.
2.5.6.   Pengasapan
            Pengasap panas pada dasarnya terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama merupakan tahap pengeringan awal yang berlangsung sedikit diatas ruang. Tahap kedua merupakan tahap pematangan pertama, sedangkan tahap ketiga merupakan pematangan akhir. Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya tidak mengasapikan secara langsung pada suhu tinggi sebab daging ikan akan cepat matang, tetapi teksturnya masih lunak. Akibatnya, pengeringan berjalan lambat dan ikan mudah patah.
2.5.7.   Pendinginan Ikan
            Setelah pengasapan selesai ikan dibiarkan dingin dulu sampai suhunya sama dengan suhu ruangan. Sebaiknya tidak mengemas produk selagi panas atau hangat karena dapat mengakibatkan pengembunan dan cepat rusak sehingga akan ditumbuhi jamur. Ikan asap harus dibiarkan dingin dengan cara ditempatkan pada ruangan terbuka yang bersih. Kipas angin dapat digunakan untuk membantu mendinginkan ikan asap, asalkan terjadinya kontaminasi oleh kotoran dapat dicegah. Melalui cara itu, ikan asap sudah cukup dingin dalam waktu 1 sampai 2 jam.
2.5.8.   Pengemasan
                Pengemasan dan penyimpanan ikan asap akan sangat berperan penting dalam distribusi dan pemasarannya, jika pengemasan dan penyimpanannya baik, maka ikan tidak akan rusak.
            Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat, higienis, dan menarik. Kotak kayu cocok sebagai kemasan. Pada dasar kotak kayu dialasi kertas yang bersih dan ikan asap disusun secara rapih didalamnya. Pengemasan dengan kertas dan kotak kayu yang diikuti dengan penyimpanan pada suhu ruang yang memadai akan lebih baik disimpan pada ruangan yang bersuhu rendah (3-10° C) (Adawyah, 2007).
Menurut Wibowo (1996) ikan asap yang berlemak sebaiknya disimpan pada suhu 3° C masih tetap kondisinya meskipun sudah tersimpan selama 6 hari, sedangkan ikan asap yang berdaging putih istilah lain untuk ikan yang berlemak rendah dapat bertahan hingga 8 hari. Selama pada penyimpan, suhu harus dipertahankan stabil rendah sehingga daya awet dan mutu ikan terjamin dan tidak mudah busuk.

2.6.      Sanitasi dan Higien
            Menurut Wibowo (1996), beberapa hal yang periu diperhatikan dalam memelihara sanitasi dan hygiene adalah sebagai berikut :
v    Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan. Hindari adanya tempat - tempat yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi tempat akumulasi kotoran, sarang lalat,rodensia dan serangga lainnya.
v    Membatasi kesempatan bagi lalat,serangga lain, dan rodensia untuk masuk ke ruang pengolahan,misalnya dengan memasang kawat kasa pada pintu masuk dan jendela, memasang jeruji baja pada saluran pembuangan air, menutup tempat sampah,dan sebagainya.
v    Saluran pembuangan harus selalu lancar diperiksa setiap hari dan dibersihkan.
v    Semua wadah yang kontak langsung dengan ikan harus dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan.
v    Membiasakan diri untuk bekerja dengan baik dan disiplin mengikuti semua prosedur yang berlaku.

2.7.      Pemasaran
            Pemasaran adalah sebuah fungsi manajemen penting yang perlu guna menciptakan permintaan produk yang di jual. Konsep utama dari pemasaran adalah nilai antara dua kelompok, yaitu pembeli dan penjual.
            Bagi usaha apapun, pemasaran merupakan aspek paling menentukan. Tanpa gambaran dan pengetahuan tentang pemasaran yang cukup, sulit diharapkan usaha yang direncanakan berjalan lancar. Dengan pengetahuan tentang pemasaran, dapat dilakukan perencanaan matang mulai dari produksi hingga strategi pemasaran. Oleh kerena itu, sebelum memulai usaha yag direcanakan, pengetahuan tentang pemasaran merupakan salah satu kunci keberhasilan. Beberapa aspek yang penting untuk dipelajari diataranya mengenai daerah pemasaran, permintaan pasar, sifat dan daya serap masing-masing pasar, jumlah pemasok dan volume pasokan, jalur distribusi dan sistem pemasaran serta cara pemasaran (Wibowo, 1996).

2.8.      Analisa Usaha
            Setiap usaha yang dilaksanakan diharapkan akan memperoleh suatu keuntungan dan untuk mengetahui keuntungan dari usaha tersebut, dapat digunakan berbagai metode analisa kelayakan usaha.
            Selanjutnya untuk menghitung suatu kelayakan usaha kelayakan usaha yang dimaksud maka minimal mengetahui aspek biaya dan peralatan yang dipergunakan, serta hasil penjualan sehingga diperoleh laba atau keuntungan yang diharapkan. Menurut Wibowo (1995) Laba merupakan hasil pengurangan dari hasil penjualan yang diperoleh dengan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam produksi. Apabila nilai laba bertanda ( - ) maka usaha tersebut mengalami kerugian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar