V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan
dalam usaha pengasapan ini adalah ikan Tongkol yang didapat langsung dari
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kranji melalui agen atau pengepul. Dalam sekali
produksi ikan yang digunakan mencapai 2 – 4 kw yang diangkut dari TPI ke tempat
produksi dengan menggunakan becak motor dalam keranjang. Kedatangan ikan selalu
diikuti dengan kedatangan es balok yang diangkut dengan becak motor sesuai
dengan kebutuhan. Bila terjadi kelebihan bahan baku dalam produksi maka ikan disimpan pada box
penyimpanan dengan cara peng-esan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sutoyo (1987),yang menyatakan bahwa, pendinginan dengan es
tidak akan menimbulkan pengaruh negatif yang merugikan konsumen maupun pihak
yang mengusahakan pengawetan.
Bahan baku merupakan bagian penting untuk memulai proses produksi, sehingga
diperlukan penanganan bahan baku yang baik.
Dalam proses produksi pada
unit usaha ini terdapat beberapa perlakuan yang mengabaikan sanitasi dan
hygiene pada pengadaan bahan baku, yaitu tidak dilakukan pencucian sebelum ikan
disiangai ataupun saat ikan akan disimpan pada box penyimpanan. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Wibiwo (1996), yang menjelaskan bahwa, membiasakan
diri untuk selalu
mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan, membersihkan peralatan dan
lantai setiap kali proses terhenti karena istirahat atau proses selesai.
5.2.
Proses Pembuatan Ikan Asap
5.2.1.
Penyiangan Ikan
Proses penyiangan ikan
pada unit usaha pengolahan
ikan asap milik Bapak Mad Salim dilakukan dengan
membuang kotoran ikan yang ada pada perut dan insang
ikan. Proses
penyiangan menggunakan pisau bekas digunakan untuk keperluan lain dan dalam
penyiangan ikan karyawan tidak melakukan pembersihan tangan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Wibowo (1996), yang menyatakan bahwa,
membiasakan diri untuk selalu membersihkan diri,mencuci tangan setiap kali
hendak memegang bahan atau produk.
Menurut Wibowo (1996), bahwa desain
peralatan yang digunakan hendaknya menghindari kontaminasi dari luar, mencegah
kontaminasi oleh tanah, abu, bakteri, kutu, dan sebagainya. Hal ini kurang
diterapkan pada unit usaha pengolahan ikan asap milik Bapak Mad, dimana
sanitasi dan higienenya masih sangat kurang. Seperti terlihat pada Gambar 9 berikut :
|
5.2.2.
Penusukan
Setelah proses penyiangan pada tubuh ikan, maka akan dilakukan
proses penusukan. Penusukan dilakukan dengan menggunakan tusuk yang terbuat
dari bambu dengan ukuran panjang 30 cm dan meruncing pada salah satu bagiannya.
Penusukan dimulai dari mulut ikan hingga sampai ujung tulang ekor ikan. Hal ini
diwajibkan agar tusuk tidak mudah lepas setelah ikan di asap dan akan
dipasarkan. Selain itu, dengan adanya tusuk tersebut maka akan mempermudah
dalam proses pengasapan dan pemasaran ikan. Seperti terlihat pada Gambar 10 :
|
5.2.3.
Pencucian
Proses
pencucian dalam produksi
ikan asap ini dilakukan hanya sekali dengan menggunakan air yang telah tersedia
dalam gentong air. Air tersebut berasal dari sumber air setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wibowo
(1996), bahwa
mencuci produk perikanan harus menggunakan air bersih dan sedapat mungkin air
yang mengalir (air sumur atau air yang dipompakan). Pencucian dilakukan setelah ikan disiangi dan ditusuk dengan menggunakan
tusuk bambu. Tujuan pencucian ini adalah untuk membersihkan ikan dari
kotoran-kotoran yang masih menempel pada ikan dan sisa-sisa kotoran perut
ketika disiangi.
Wibowo (1996), juga menerangkan bahwa, jangan dibiarkan ada lantai atau
dinding yang retak. Tapi lantai tempat pencucian unit usaha pengolahan ikan
asap ikan ada keretakan tapi tidak dihiraukan dan pencucian ikannya pun hanya
sekedarnya saja sehingga kurang efektif dalam menjaga sanitasi dan higiene. Seperti yang terlihat pada Gambar 11
berikut :
|
5.2.4.
Penirisan
Setelah pencucian ikan akan dilakukan proses penirisan.
Ikan diletakkan dalam bak dalam posisi berdiri (kepala menghadap kebawah) untuk
membuang air yang masih tersisa pada tubuh ikan.
5.2.5. Penggaraman Ikan
Pada unit usaha ini tidak dilakukan
proses penggaraman dalam produksinya, karena pemilik usaha menginginkan produk
ikan asap yang memiliki rasa dan aroma ikan asap alami tanpa bahan tambahan. Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Sutoyo (1987), yang menyatakan bahwa, ikan yang hendak
diasap, sebelumnya digarami terlebih dahulu. Walaupun demikian, ikan asap produksi bapak Mad Salim ini
masih digemari konsumennya yang datang dari berbagai daerah di Jawa Timur.
5.2.6.
Pengasapan ikan
Proses
pengasapan meliputi persiapan
bahan bakar, penyusunan ikan, dan pengasapan.
- Bahan Bakar
Persiapan bahan
bakar merupakan proses
yang paling penting pada unit usaha ini, karena tanpa adanya bahan bakar maka
ikan tidak akan memperoleh nilai tambah. Bahan bakar yang digunakan dalam
proses produksi ini adalah batok kelapa dan janggel jagung. Bahan ini dipilih karena
bila batok kelapa dan janggel
jagung dibakar maka akan
menghasilkan asap yang banyak dan tidak berdamar dan bergetah. Hal ini sesuai
dengan Singgih Wibowo (1996), yang menyatakan bahwa, bahan bakar yang banyak
berdamar dan bergetah menyebabkan cita rasa ikan asap menjadi tidak enak,
getir, pahit, dan mutu rendah.
- Penyusunan Ikan
Pada unit usaha ini, ikan
yang telah ditiriskan akan disusun pada sebuah rak diatas bahan bakar dalam
tungku pengasapan. Pada rak yang digunakan sebagai tumpangan ikan berbahan
dari besi sehingga penerapan sanitasi dan higiene kurang baik. Hal ini tidak
sesuai dengan pendapat Wibowo (1996), yang menyatakan bahwa, semua peralatan
yang kontak
langsung dengan ikan dilapisi bahan yang tidak mudah berkarat, tidak mudah
rusak, dan mudah dibersihkan. Hal ini bisa menurunkan mutu produk ikan asap.
- Pengasapan Ikan
Proses pengasapan yang
dilakukan pada unit usaha ini yaitu dengan secra langsung menggunakan asap
panas. Sehingga akan mematangkan bagian bawah dan samping ikan sekaligus,
dengan demikian maka ikan membutuhkan perlakuan dibolak – balik untuk
mendapatkan hasil matang merata. Hal ini tidak sesuai dengan Wibowo (1996), yang berpendapat bahwa,
Pengasapan panas ini pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu tahapan pertama
merupakan pengeringan awal yang berlangsung sedikit di atas suhu ruang, tahap
kedua merupakan tahap pematangan pematangan pertama, sedangkan tahap ketiga
merupakan pematangan akhir.
Kegiatan membolak – balik
ikan dilakukan berulang kali dengan frekuensi yang tidak menentu hingga ikan
dirasa matang kurang lebih selama 1 – 1,5 jam. Seperti yang terlihat pada
Gambar 12 :
|
Perlakuan pegawai dalam proses
pengasapan diantaranya adalah membolak-balik dan mengambil ikan dengan memakai sarung tangan bekas dan
kotor. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Wibowo (1996) yang
menjelaskan bahwa,alat saji dan alat masak harus dicuci, di bilas,dan
disanitasikan segera setelah digunakan.
5.2.7.
Penyimpanan
Setelah ikan selesai diasap dilakukan pendinginan telebih dahulu sebelum
ikan, apabila ada ikan
yang tersisa dan tidak habis dipasarkan dalam satu hari maka ikan asap akan disimpan. Pada
unit usaha milik Bapak Mad salim, penyimpanan ditaruh pada freezer dengan suhu -11o C untuk
mempertahankan kualitas ikan asap dari kemunduran mutu. Hal ini sesuai
dengan Singgih Wibowo (1996), yang menyatakan bahwa, Ikan asap berlemak yang
disimpan pada suhu 3o C masih tetap baik kondisinya
meskipun sudah disimpan 6 hari, sedangkan ikan asap berdaging putih dapat tahan
hinggah 8 hari.
5.3. Sanitasi dan Higiene
Kepedulian aspek sanitasi dan higiene belum terlihat pada unit usaha ikan
asap milik bapak Mad Salim. Ditemukan masih banyak kotoran sisa penyiangan dan
air kotor sisa pencucian yang berceceran di tempat pengasapan. Penanganan pada limbahnya
pun masih dengan perlakuan yang seadanya, yaitu untuk limbah padat hanya
dibuang di tempat sampah dan limbah cair dialirkan pada saluran pembuangan. Saat
membalikkan ikan yang sedang di asap karyawan hanya memakai sarung tangan yang
dicelupkan ke air, yang bertujuan agar tidak terasa panas saat membalik. Tetapi
sarung tangan yang digunakan sangatlah tidak layak untuk makanan, begitu pula air
yang digunakan dalam proses pengasapan tersebut dalam kondisi kotor dan banyak
sisa dari batok kelapa dan janggel jangung. Pisau yang digunakan dalam
penyiangan juga menggunakan pisau yang berkarat dan bekas digunakan untuk
keperluan lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan
pernyataan Wibowo (1996),
bahwa banyak hal yang harus diperhatikan sanitasi dan hygienenya untuk mencapai
produk akhir yang berkualitas dan bermutu, mulai dari penerimaan bahan baku
hingga pengemasan dan pemasaran.
Ikan yang telah diasap disusun dalam sebuah bak yang didasarnya telah dialasi
dengan koran bekas dalam keadaan berdiri. Tinta pada kertas koran juga
mempengaruhi mutu atau keamanan dari produk walaupun dampaknya tidak terasa
secara langsung, kemungkinan beberapa tahun kemudian dampak tesebut baru akan
terlihat.
5.4. Pemasaran
Unit usaha milik bapak Mad Salim ini
memiliki 3 stan pemasaran tetap di
kawasan Wisata Bahari Lamongan (WBL). Setiap harinya pada pukul 11.00 WIB, ikan
yang telah di asap akan diangkut menuju stan pemasaran dengan menggunakan motor
tosa. Pemasaran dilakukan hingga pukul 17.00 WIB menjelang WBL ditutup dengan
mempekerjakan 3 orang pegawai. Apabila ikan asap tidak habis dipasarkan dalam
satu hari maka akan dibawa pulang dan disimpan dalam freezer dan dijual kembali
keesokan harinya. Ikan yang telah difreezer akan bertahan hingga 3 hari,
apabila sudah lewat dari 3 hari maka ikan asap tersebut akan mengalami
perubahan, baik dari rupa, bau, rasa, maupun tekstur dagingnya. Oleh karena itu
ikan – ikan yang telah difreezer akan diprioritaskan untuk dijual daripada ikan
– ikan yang baru saja diasap. Apabila dalam jangka waktu 4 hari ikan tersebut
masih belum laku dijual, maka akan diberi ke tetangga sekitar, dikonsumsi
sendiri, atau dibuang.
5.5. Analisa Usaha
Analisa
usaha ( analisa ekonomi ) dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran mengenai
besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan dan pemasukan yang dapat
diharapkan. Adapun analisa ekonomi pembuatan ikan asap pada Unit Usaha Bapak
Mad Salim untuk sekali produksi antara
lain sebagai berikut :
1. Biaya Tetap
|
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
Harga / unit
|
Nilai Investasi
|
UE
|
Penyusutan
|
|
(unit)
|
(Rp)
|
(Rp)
|
(tahun)
|
(biaya tetap)
|
||
|
1
|
Freezer
|
3
|
2.500.000
|
7.500.000
|
10
|
750.000
|
|
2
|
Tosa
|
1
|
15.000.000
|
15.000.000
|
10
|
1.500.000
|
|
3
|
Gentong
|
3
|
150.000
|
450.000
|
10
|
45.000
|
|
4
|
Bak
|
20
|
50.000
|
1.000.000
|
2
|
500.000
|
|
5
|
Ember
kecil
|
6
|
5.000
|
30.000
|
5
|
6.000
|
|
6
|
Cool
Box
|
3
|
450.000
|
1.350.000
|
10
|
135.000
|
|
7
|
Keranjang
|
3
|
150.000
|
450.000
|
2
|
225.000
|
|
8
|
Pisau
|
5
|
5.000
|
25.000
|
2
|
12.500
|
|
Total
Investasi
|
25.805.000
|
|
3.173.500
|
|||
Jadi total biaya tetap
per bulan adalah Rp 3.173.500 : 12 = Rp. 264.459…..A
2.
Biaya Produksi/ Biaya Varriabel
Ø Bahan Baku
Ikan Tongkol 2
kw @ Rp. 15.000 Rp
3.000.000
Ø Sunduk Bambu
2000 biji
@ Rp. 70 Rp 140.000
Ø Pegawai
9 orang @ Rp 40.000 Rp 360.000
Ø Air, Gas,
dan Listrik Rp 40.000
Ø Bahan
bakar (janggel)
8 karung @ Rp 10.000 Rp 80.000
Ø Biaya
lain-lain
- Sewa Stan Penjualan 3 outlet @ Rp. 1.000.000 Rp 3.000.000
- Kertas,kertas minyak,tas plastik Rp 50.000
- Es batu Rp 80.000
- Bensin Rp 10.000
- Sabun cuci Rp 3.000
Makan
karyawan Rp 45.000
Total biaya dalam sekali produksi Rp 6.808.000
Jadi, total biaya dalam sebulan
apabila dalam satu bulan terdapat 8 kali produksi adalah: Rp. 6.808.000 x 8
= Rp. 54.464.000…..…………………………………….B
Total biaya produksi = A + B
= Rp.
264.459 + Rp. 54.464.000
= Rp 54.728.459
Ø Penjualan
- Rendemen setelah diasap 50 % 50 / 100 X 2000 kg = 1000 kg
Ikan
asap 1 kg= 2 ikan 2000 ikan @ Rp 15.000 = Rp 30.000.000
Total hasil kotor dalam
sebulan adalah Rp 30.000.000 x 8
= Rp
240.000.000
Ø Keuntungan penjualan
Keuntungan penjualan = Total hasil kotor – Total biaya produksi
= Rp
240.000.000 – Rp 54.728.459
= Rp 185.271.541 / bulan
Berdasarkan hasil analisa tersebut, terlihat bahwa kegiatan usaha pembuatan
ikan asap dengan kapasitas produksi 2 kw / produksi dapat memberi
keuntungan sebesar Rp 185.271.541
/ bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar