II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengolahan
Hasil Perikanan Tradisional.
Pengolahan Tradisional yaitu cara
yang biasa dilakukan oleh nelayan kita menurut tradisi yang sudah turun-temurun
sejak dahulu (Kurniadi, 2010). Pada zaman dahulu, manusia menghabiskan waktunya
hanya untuk mencari makanan, namun semakin berkembangnya peradaban kehidupan
manusia dan bertambahnya hal – hal yang harus mereka selesaikan dalam hidupnya
membuat mereka harus melakukan suatu
tindakan untuk memenuhi ketersedian bahan makanan yang akan mereka manfaatkan
dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Menurut Kurniadi (2010) Berbagai
jenis pengolahan tradisional yang telah berkembang di masyarakat yaitu :
-
Penggaraman
Biasanya istilah penggaraman secara umum juga di artikan
sebagai pengasinan (salting) yang dimaksud dengan penggaraman
dalam arti yang luas adalah merupakan kombinasi dari berbagai proses yang
bertujuan untuk mengawetkan ikan dengan garam. Proses tersebut meliputi
pencucian, penyiangan dan pengenapan. Dalam arti yang sempit adalah suatu
proses di mana ikan di rendam dalam garam baik dalam bentuk kristal maupun
bentuk cairan sehingga garam dapat meresap dalam daging ikan di samping itu,
penggaraman dapat di artikan sebagai kombinasi proses pcychohemreal dimana
garam merembes dalam daging ikan dan sebaiknya air yang terdapat pada tubuh
ikan keluar. Akibatnya akan terjadi perubahan pada ikan baik perubahan berat
maupun perubahan bentuk dan sifatnya.
-
Pemindangan
Pemindangan merupakan salah satu metode pengolahan hasil
perikanan tradisional. Selain itu pemindangan ikan juga merupakan upaya
pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan
pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus/memanaskan ikan dalam
suasana beragam dan waktu tertentu di dalam suatu wadah. Garam yang di gunakan
berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan
pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri,
pembusukan dan patogen. Selain itu pemanasan dengan kadar garam yang tinggi
menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak.
kelebihan yang dimiliki ikan pindang yaitu hasil olahannya dapat di konsumsi
tanpa harus di masak dahulu, dan rasanya sesuai selera. Selain itu cara
pembuatannya sederhana dan biaya pengolahannya tak terlalu mahal, berdasarkan
hal itu di harapkan ikan pindang dapat menggantikan kedudukan ikan asin dalam
memenuhi kebutuhan protein khususnyadan komoditas perairan.
-
Pengasapan
Suatu metode pengawetan ikan yang merupakan kombinasi
dari proses penggaraman dan pengeringan dan penyerapan senyawa-senyawa kimia
yang berasal dari asap. Selain memperpanjang masa simpan ikan, pengasapan juga
menimbulkan rasa dan aroma yang khas yang di sukai oleh penduduk di daerah
tertentu. Faktor yang paling berperan dalam pengasapan adalah pemilihan sumber
asap, sumber asap yang baik adalah dari golongan kayu keras contoh: kayu bakau
kering, kayu oak dan tempurung kelapa. Pengasapan yang menggunakan kayu keras
yang mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran selulosa dan lignin.
-
Fermentasi Bekasam
Ikan bekasam merupakan salah satu produk ikan awetan yang
pengolahannya menggunakan metode penggaraman yang di kombinasikan dengan
fermentasi, dalam proses pembuatannya bekasam mengalami 2 macam proses
fermentasi yaitu fermentasi protein dan karbohidrat, hal ini di karnakan selama
fermentasi selain garam juga di tambahkan hasil sebagai organisme , dari hasil
fermentasi karbohidrat bagi mikroorganisme dari hasil fermentasi karbohidrat akan
di hasilkan beberapa senyawa al-kohol seperti : etil alkohol, asam laktat, asam
asetat dan asam propionat yang berfungsi sebagai pengawet, dengan adanya
senyawa tersebut ikan dapat di simpan lebih lama serta tidak mengalami
perubahan kualitas.
2.2. Pengasapan
Ikan
2.2.1. Pengertian
Pengasapan
Pengasapan Ikan adalah
pengolahan ikan dengan cara menghubungkan aktifitas penggaraman, pengeringan,
dan pengasapan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah
asap yang dihasilkan dari hasil pembakaran kayu (Sutoyo, 1987).
Pengasapan merupakan cara
pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan
dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami.
Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran
tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan
terlarut dalam lapisan air yang ada di permulaan tubuh kita, sehingga
terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan
atau kecoklatan (Rabiatun,2007).
2.2.2. Jenis-Jenis Pengasapan
Sutoyo (1987), berpendapat
bahwa, ada dua cara pengasapan
yaitu pengasapan panas dan pengasapan
dingin, semuanya tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu,berkembang
pula cara pengasapan yang tergolong baru berupa pengasapan elektrik dan
pengasapan liquit
yang dikenal dengan asap cair. Jenis ikan yang diasap bermacam-macam,
diantaranya ikan tongkol, ikan cakalang, ikan mujair dan ikan bandeng. Pada perang
dunia II pengasapan ikan dimaksudkan sebagai usaha pengawetan, maka pada masa
itu pengasapan ikan Berkembang sebagai usaha pengolahan sehingga rasa, aroma,
warna dan tekstur menjadi tujuan utama. Berkembang pula cara pengasapan lain,
yaitu pengasapan elektrik dan pengasapan liquit.
Menurut Murniyati dan Sunarman
(2000) Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa ini seiring
dengan perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan
elektrik serta pengasapan cair (liquid).
Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah sebagai berikut :
2.2.2.1. Pengasapan Panas
Menurut Abu Faiz (2008)
Pengasapan panas (hot smoking) adalah
proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber
asap. Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang
cukup tinggi, yaitu 70-100oC. Karena suhunya tinggi, waktu
pengasapan pun lebih pendek. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi
masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu
pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat
mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu
yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi
(Adawyah, 2007).
2.2.2.2.
Pengasapan Dingin
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan
dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang
akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu
sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari
sampai dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan
cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC
(sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu.
Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau
protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan
masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu
diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah, 2007).
Perbedaan antara pengasapan panas
dan pengasapan dingin, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel
1 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan
pengasapan dingin
|
Jenis
pengasapan
|
Temperetur
|
Waktu
|
Daya
awet
|
|
Pengasapan dingin
|
40-50°C
|
1-2 minggu
|
2-3 minggu sampai bulan
|
|
Pengasapan panas
|
70-100°C
|
Beberapa jam
|
Beberapa hari
|
Sumber : (Murniyati dan Sunarman,
2000)
2.2.2.3.
Pengasapan Elektrik
Ikan asap dengan asap dari pembakaran
gergaji (serbuk gergaji) yang dilewatkan medan listrik dengan tegangan
tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan
menerima partikel asap, kemudian tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada
ruang pengasap dipasang kayu melintang dibagian atas dan dililiti
kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut
(Adawyah, 2007).
2.2.2.4.
Pengasapan cair
Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan
(2009) proses pengasapan secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan
asap memiliki kelemahan, di antaranya produksi asap sulit dikendalikan
dan pencemaran asap dapat mengganggu kesehatan pekerja dan lingkungan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, perlu diupayakan proses pengasapan yang aman dan
bebas pencemaran, tetapi tujuan proses pengasapan tetap tercapai. Salah satu
alternatif ialah pengasapan menggunakan asap cair, yaitu dispersi uap dalam
cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu. Menurut (Mubarokhah,
2008) asap cair atau liquid smoke merupakan kondensat alami bersifat cair dari
hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk memisahkan
senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu.
pada destilasi tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya
diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur
secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa
jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan
asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan dikeringkan ditempat teduh
( Adawyah, 2007). Senyawaan
hasil pirolisa itu dari asap cair merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang
secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok
itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta
menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus.
Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan
(Waluyo, 2002). Kelebihan
penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah :
a) Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam
dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
b)
Lebih intensif dalam pemberian aroma
c) Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
d) Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
e) Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
f) Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
g) Polusi lingkungan dapat diperkecil
h) Dapat diaplikasikan ke dalam
berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung
kedalam makanan
Menurut Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat
dibuat dari dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan
asap dari drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan
asap sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi
dengan air untuk membantu proses pendinginan asap.
2.2.3. Faktor
– faktor Yang Mempengaruhi Pengasapan Ikan
Beberapa faktor yang mempengaruhi
pengasapan menurut Wibowo (1996), antara lain :
Ø
Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah
dan permukaan kulitnya diselimuti lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan
mudah menempel pada lapisan air permukaan ikan. Agar penempelan dan pelarutan
asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika
dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat
menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat proses
penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah
warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk
membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
Ø
Kelembaban Udara
Kisaran
kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan suhunya
sekitar 29° C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama
pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu
mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan
terlalu cepat matang.
Ø
Jenis Kayu
Jenis kayu menentukan mutu
asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu ikan asap. Untuk
pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras
sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras
dari jenis kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar
seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit
pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
Ø
Perlakuan sebelum pengasapan
Biasanya
dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang
berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap.
Mutu ikan akan berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami
kemunduran mutu maka produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan
harapan. Sedangkan jumlah asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita
rasa, bau, dan warna. Semakin tebal asap semakin baik pula produk yang akan
dihasilkan.
2.2.4. Kualitas
dan Mutu Ikan Asap
Menurut Moeljanto (1992), cara yang
paling mudah untuk menilai mutu
ikan asap adalah dengan menilai mutu organoleptiknya. Mutu ikan asap bergantung pada
tingkat organoleptik bahan
baku, sedangkan ikan yang bermutu adalah ikan yang memiliki nilai organoleptik
yang tinggi tanpa adanya perubahan tekstur pada ikan. Sehingga jika ikan itu
dikatakan bermutu maka ikan memliki kualitas yang bagus.
Menurut Wibowo (1996),
ada lima parameter sensorik utama yang perlu dinilai dalam uji organoleptik ikan, yaitu
penampakan, warna, bau, rasa, dan tekstur. Di setiap daerah telah banyak dijumpai unit – unit
pengolahan pengasapan ikan, hal
itu disebabkan oleh berhasilnya mereka mengolah dan menghasilkan produk yang
memiliki cita rasa yang enak dan berkualitas baik.
Untuk
menunjang hal tersebut para pengusaha olahan hasil perikanan dituntut untuk memilih
bahan baku yang bermutu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih
bahan baku yang bermutu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Kriteria mutu sensorik ikan asap
|
Parameter
|
Diskripsi Mutu Ikan Asap
|
|
Penampakan
Warna
Bau
Rasa
Tekstur
|
·
Permukaan
ikan asap cerah, cemerlang, dan mengkilap.
·
Tidak
tampak adanya kotoran berupaa darah yang mengering,sisa isi perut, abu, atau
kotoran yang lainnya.
·
Pada ikan
asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir.
·
Ikan
asapbewarna coklat keemasan, coklat kekuning-kuningan, atau coklat agak
gelap.
·
Bau asap
lembut sampai cukup tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing,
tanpa bau asam, tanpa bau apek.
·
Rasa
lezat, enak, rasa asam tersa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau
pahit, tidak berasa tengik.
·
Tekstur
kompak, cukup elastik, tidak terlalu keras
(kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan
tidak lengket.
|
2.2.5. Tujuan dan Syarat Pengasapan Ikan
Tujuan
pengasapan adalah sebagai berikut :
Ø
Untuk
mengawetkan ikan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam;
Ø
Untuk
memberi rasa dan aroma yang khas.
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi agar ikan asap yang dihasilkan bermutu baik antara lain :
Ø
Ikan
harus dalam keadaan segar.
Ø
Tebal
tipisnya asap harus disesuaikan menurut kebutuhan dan dapat dikendalikan.
Ø
Lamanya
waktu pengasapan menurut kebutuhan.
Ø
Pembagian
asap dapat diatur.
Ø
Ventilasi
pada ruang pengasapan yang baik.
2.3. Karakteristik
Ikan sebagai Bahan Baku Pengasapan
2.3.1. Bahan
Baku Ikan Asap
Ikan adalah bahan baku makanan yang memiliki banyak kelebihan, selain tekstur dagingnya yang menarik dan
rasanya enak ikan juga mengandung protein yang
tinggi. Namun demikian ikan pula memiliki
beberapa kekurangan, salah satunya yaitu
ikan mudah membusuk bila tidak ditangani
dengan cepat setelah ditangkap. Maka
dari itu hal-hal yang berkaitan dengan usaha pengawetan khususnya
pengasapan ikan sangat
perlu dipaparkan lebih dalam. (Sutoyo,1987).
Sutoyo (1987), menjelaskan cara dan
peralatan yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah peralatan yang sederhana,
sama seperti mengasap ikan pada umumnya. Pengawetan ikan dengan cara
pengasapan, tidak bias
dilakukan pada semua jenis ikan. Hanya jenis-jenis ikan
tertentu saja yang bisa
diawetkan dengan cara pengasapan diantaranya golongan ikan tuna, dan ikan
bandeng. Didaerah pesisir sering kita jumpai pengawetan ikan dengan cara pengasapan.
Ikan yang sering di konsumsi sebagai pengasapan adalah ikan tongkol dan ikan
bandeng.
2.3.2. Kesegaran Ikan sebagai Bahan Baku
Dalam pengolahan hasil perikanan dengan cara pengasapan
dibutuhkan bahan baku yang berupa ikan tongkol yang segar dan berkualitas baik
agar tidak merugikan konsumen. Dan
dalam pemilihan ikan tongkol yang segar tersebut diperlukan beberapa penanganan
atau seleksi terlebih dahulu. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang mulai membusuk
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tanda-tanda ikan segar dan ikan yang mulai membusuk
|
Organ Tubuh
|
Ikan Segar
|
Ikan Yang Mulai Busuk
|
|
Mata
|
Tampak terang, jernih, menonjol/cembung
|
Tampak Pudar, berkerut, pupil mata kelabu,
Cekuing
|
|
Sisik
|
Melekat kuat, mengkilat, dengan warna
spesifik, tertutup lendir jernih
|
Mudah terlepas, tanda dan warna khusus
memudar
|
|
Lendir
|
Terdapat lendir alami menutupi tubuh ikan
yang baunya khas dengan warna yang cemerlang
|
Berubah kekuningan, dan berbau busuk
|
|
Ingsang
|
Bewarna merah cerah sampai merah tua,
tertutup oleh lendir bening, berbau khas ikan
|
Bewarna coklat kelabu, tertutup lendir
keruh dan berbau asam
|
|
Kulit
|
Warna kulit terang dan jernih, masih kuat
mwmbungkus tubuh, tidak mudah sobek terutama pada bagian perut
|
Menggelembung, pucat, dan berlendir banyak,
mulai terlihat mengendur/ lembek pada
tempat tertentu/ pecah
|
|
Daging
|
Kenyal/padat, menandakan rigor mortis masih
berlangsung, berbau segar, dan bila daging ditekan dengan jari tidak tampak
bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang, daging perut utuh dan kenyal.
|
Daging lunak, menandakan rigor mortis telah
selesai, mulai berbau busuk, bila ditekan dengan jari tampak bekas
lekukan,mudah lepas dari tulang, lembek dan isi perut sering keluar.
|
sumber : Sutoyo (1987)
2.4. Biologi Ikan Tongkol
2.4.1. Klasifikasi
Menurut Syamsudin (2007) klasifikasi
ilmiah ikan Tongkol adalah sebagai berikut :
2.4.2. Morfologi
Menurut Syamsudin (2007) Ikan Tongkol memiliki bentuk tubuh yang sedikit banyak
mirip dengan torpedo, disebut fusiform, sedikit pipih di
sisi-sisinya dengan moncong yang meruncing. Sirip punggung (dorsal) dua
berkas, sirip punggung pertama berukuran relatif kecil dan terpisah dari sirip
punggung kedua. Di belakang sirip punggung dan sirip dubur (anal) terdapat sederetan sirip-sirip kecil tambahan yang
disebut finlet. Sirip ekor bercabang dalam (bercagak) dengan jari-jari
penyokong menutup seluruh ujung hipural. Di kedua sisi batang ekor
masing-masing terdapat dua lunas samping berukuran kecil; yang pada beberapa
spesiesnya mengapit satu lunas samping yang lebih besar. Tubuh kebanyakan
dengan wilayah barut badan (corselet), yakni bagian di belakang kepala
dan di sekitar sirip dada yang ditutupi oleh sisik-sisik yang tebal dan agak besar. Bagian tubuh sisanya
bersisik kecil atau tanpa sisik. Tulang-tulang belakang (vertebrae)
antara 31–66 buah. Adapun morfologi ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 1.
Aspek yang luar biasa dari fisiologi tongkol adalah kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh
lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Sebagai contoh, tongkol sirip biru dapat
mempertahankan suhu tubuh 75-95 °F (24-35 °C), dalam air dingin
bersuhu 43 °F (6 °C). Namun, tidak seperti makhluk endotermik seperti mamalia dan burung, ikan tongkol tidak dapat mempertahankan suhu dalam
kisaran yang relatif sempit.
Tongkol mampu melakukan hal tersebut dengan cara menghasilkan panas melalui
proses metabolisme. Rete mirabile, jalinan pembuluh vena dan arteri yang berada di pinggiran tubuh, memindahkan panas
dari darah vena ke darah arteri. Hal ini akan mengurangi pendinginan permukaan tubuh
dan menjaga otot tetap hangat. Ini menyebabkan tongkol mampu berenang lebih
cepat dengan energi yang lebih sedikit.
2.4.3. Kandungan
Gizi
Ikan
tongkol memiliki manfaat yang sangat penting dalam proses metabolisme tubuh,
hal itu disebabkan oleh kandungan kimia dan gizi yang dimiliki ikan tongkol
mampu memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh. Menurut Waringin Putih
(2012) kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram daging ikan Tongkol yaitu :
Kalori : 111 kkal
Protein
: 24 gr
Lemak
: 1 gr
Kolesterol
:
46
mg
Zat
besi : 0.7 mg
Besarnya kadar protein yang terkandung dalam daging ikan
Tongkol sangat bermanfaat bagi tubuh, menurut Riawan (1990) Di
samping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga
dapat digunakan sebagai sumber energi bila tubuh kitakekurangan karbohidrat dan
lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah
sebagai berikut: karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang
0-3%dan fosfor 0-3%.
2.5. Proses
Pengasapan Ikan Tongkol
Rabiatun (2007) mengatakan bahwa secara umum proses pengasapan ikan tongkol setelah bahan baku datang adalah seperti pada Gambar 2 berikut :
|
|
|
|
|
|
 |
|
|
Gambar 2. Alur Proses Pengasapan
Ikan Tongkol
|
|
2.5.1. Penerimaan Bahan Baku
Untuk
memperoleh produk yang bermutu maka bahan baku yang dipakai juga harus bermutu tinggi,
diantaranya yaitu menggunakan bahan baku ikan yang masih dalam keadaan segar .
Banyak jenis ikan yang biasa diasap menurut Moeljanto (1992), diantaranya jenis
ikan yang berukuran kecil (ikan teri, dan sejenisnya); ikan yang berukuran
sedang (bandeng, belanak, dan sebagainya); ikan yang berukuran besar (Tuna,
Tenggiri, Kakap, dan lain-lain). Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan
diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan
memeperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan.
Penanganan ikan segar harus
menggunakan suhu rendah (dingin/beku) sehingga proses-proses biokimia yang
berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah kepada kemunduran mutu ikan menjadi
lebih lambat, selain itu pada suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dalam
tubuh ikan juga dapat diperlambat sehingga kesegaran ikan akan semakin lama
dipertahankan.
2.5.2. Penyiangan dan Pencucian Ikan
Menurut Wibowo (1996) Penyiangan
ikan bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar bakteri pembusuk yang
terdapat pada tubuh ikan.
Di
daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau
sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan
(fillet) atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik
tertentu. Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan
harus benar-benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang
sebenarnya.
Sebelum diasapi ikan dicuci lebih dahulu untuk menghilangkan sisik, kotoran
dan lendir. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai
dekat anus, bila perlu kepala ikan dipotong dan bagian perut dicuci untuk
menghilangkan kotoran, darah dan lapisan dinding perut yang berwarna hitam.
Kemudian ikan dicuci kembali sampai bersih lalu direndam dalam larutan garam
(Wibowo, 1996). Mendukung
pendapat tersebut bahwa ikan
– ikan yang akan diasap, harus bersih dari kotoran-kotoran yang dapat mencemari
produk, dengan cara dicuci dengan air bersih dan disiangi. Cara pencucian yang baik adalah menggunakan air dingin
bersuhu < 5 0 C dan bersih, mengalir yang memenuhi persyaratan
air minum, hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada
bahan baku.
2.5.3.
Perendaman Ikan dalam Air Garam
Dalam hal penggaraman biasanya menggunakan garam dapur
NaCI. Menurut Moeljanto (1992) konsentrasi garam dan lama perendaman dalam
proses penggaraman atau perendaman dalam brine (brinning) tergantung
pada keinginan pengolah yang sebenamya sehingga dapat disesuaikan dengan selera
konsumen atau permintaan pasar. Tahapan
penggaraman ikan yang sudah bersih kemudian direndam dalam larutan garam 10%,
kunyit dan daun salam selama 30 menit, perbandingan ikan dan air yang digunakan
untuk merendam adalah 1 : 1.
Penggaraman
ini dimaksudkan untuk mencegah atau menghambat proses pembusukan. Karena proses
pengasapan sebagai saran pengawetan berjalan lambat, maka sebelum asap itu
dapat menghentikan proses pembusukan terlebih dahulu ikan diawetkan dengan cara
penggaraman.
2.5.4.
Penirisan atau Pengeringan
Ikan yang sudah digarami diangkat dari bak perendaman,
terlebih dahulu harus dikeringkan supaya larutan garamnya tidak ada lagi yang
menetes. Ikan harus dikeringkan, tetapi tidak boleh dengan cara dijemur
langsung dibawah terik sinar matahari. Ikan digantung ditempat yang kering dan teduh selama 1-2
jam dengan mengunakan rangkaian bambu atau para-para agar lebih
maksimal para-para ditata dengan ketinggian 1-1,5 meter dari tanah. Apaila memungkinkan, di tempat terbuka yang tertiup
angin. Bertujuan untuk mengeringkan bagian permukaan ikan hingga
terbentuk pellicle, yaitu permukaan
ikan yang licin dan elastis, terutama ikan-ikan yang tidak bersisik. Alat
penggantung ikan yang dipakai dalam pengeringan tersebut biasanya penggantung
ikan yang dipakai pada proses pengasapan. Timbulnya pellicle mempercepat penempelan partikel-partikel asap pada ikan.
Setelah itu ikan ditiriskan, yaitu diletakkan berjajar-jajar diatas
rak atau hamparan sebidang tempat yang dibuat dari anyaman bambu atau daun kelapa hingga ikan tersebut kering dan siap diasapi.
2.5.5.
Penyiapan Bahan Bakar Kayu
Tahap
penting lain dalam pengasapan adalah memilih jenis bahan bakar biasanya kayu
yang akan digunakan. Bahan bakar lain
sebagai alternatif berupa serbuk gergaji, serutan kayu, tempurung, sabut
kelapa, dan sebagainya. Kayu, serutan dan serbuk gergaji merupakan pilihan yang
baik asalkan dari jenis kayu keras, tidak banyak mengandung resin, getah, atau
damar.
2.5.6. Pengasapan
Pengasap panas pada dasarnya terdiri atas tiga tahapan.
Tahap pertama merupakan tahap pengeringan awal yang berlangsung sedikit diatas
ruang. Tahap kedua merupakan tahap pematangan pertama, sedangkan tahap ketiga
merupakan pematangan akhir. Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya tidak
mengasapikan secara langsung pada suhu tinggi sebab daging ikan akan cepat
matang, tetapi teksturnya masih lunak. Akibatnya, pengeringan berjalan lambat
dan ikan mudah patah.
2.5.7. Pendinginan Ikan
Setelah pengasapan selesai ikan dibiarkan dingin dulu
sampai suhunya sama dengan suhu ruangan. Sebaiknya tidak mengemas produk selagi
panas atau hangat karena dapat mengakibatkan pengembunan dan cepat rusak
sehingga akan ditumbuhi jamur. Ikan asap harus dibiarkan dingin dengan cara
ditempatkan pada ruangan terbuka yang bersih. Kipas angin dapat digunakan untuk
membantu mendinginkan ikan asap, asalkan terjadinya kontaminasi oleh kotoran
dapat dicegah. Melalui cara itu, ikan asap sudah cukup dingin dalam waktu 1
sampai 2 jam.
2.5.8. Pengemasan
Pengemasan dan penyimpanan ikan asap akan sangat berperan
penting dalam distribusi dan pemasarannya, jika pengemasan dan penyimpanannya
baik, maka ikan tidak akan rusak.
Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat, higienis, dan
menarik. Kotak kayu cocok sebagai kemasan. Pada dasar kotak kayu dialasi kertas
yang bersih dan ikan asap disusun secara rapih didalamnya. Pengemasan dengan
kertas dan kotak kayu yang diikuti dengan penyimpanan pada suhu ruang yang
memadai akan lebih baik disimpan pada ruangan yang bersuhu rendah (3-10° C)
(Adawyah, 2007).
Menurut
Wibowo (1996) ikan asap yang berlemak sebaiknya disimpan pada suhu 3° C masih
tetap kondisinya meskipun sudah tersimpan selama 6 hari, sedangkan ikan asap
yang berdaging putih istilah lain untuk ikan yang berlemak rendah dapat
bertahan hingga 8 hari. Selama pada penyimpan, suhu harus dipertahankan stabil
rendah sehingga daya awet dan mutu ikan terjamin dan tidak mudah busuk.
2.6. Sanitasi dan Higien
Menurut Wibowo (1996), beberapa hal yang periu
diperhatikan dalam memelihara sanitasi dan hygiene adalah sebagai berikut :
v
Lantai
ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan yang tidak berbahaya
dan mudah dibersihkan. Hindari adanya tempat - tempat yang sulit dibersihkan
dan yang dapat menjadi tempat akumulasi kotoran, sarang lalat,rodensia dan
serangga lainnya.
v
Membatasi
kesempatan bagi lalat,serangga lain, dan rodensia untuk masuk ke ruang
pengolahan,misalnya dengan memasang kawat kasa pada pintu masuk dan jendela,
memasang jeruji baja pada saluran pembuangan air, menutup tempat sampah,dan
sebagainya.
v
Saluran
pembuangan harus selalu lancar diperiksa setiap hari dan dibersihkan.
v
Semua
wadah yang kontak langsung dengan ikan harus dilapisi dengan bahan yang mudah
dibersihkan.
v
Membiasakan
diri untuk bekerja dengan baik dan disiplin mengikuti semua prosedur yang
berlaku.
2.7. Pemasaran
Pemasaran adalah sebuah fungsi manajemen
penting yang perlu guna menciptakan permintaan produk yang di jual. Konsep
utama dari pemasaran adalah nilai antara dua kelompok, yaitu pembeli dan
penjual.
Bagi
usaha apapun, pemasaran merupakan aspek paling menentukan. Tanpa gambaran dan
pengetahuan tentang pemasaran yang cukup, sulit diharapkan usaha yang
direncanakan berjalan lancar. Dengan pengetahuan tentang pemasaran, dapat
dilakukan perencanaan matang mulai dari produksi hingga strategi pemasaran.
Oleh kerena itu, sebelum memulai usaha yag direcanakan, pengetahuan tentang
pemasaran merupakan salah satu kunci keberhasilan. Beberapa aspek yang penting
untuk dipelajari diataranya mengenai daerah pemasaran, permintaan pasar, sifat
dan daya serap masing-masing pasar, jumlah pemasok dan volume pasokan, jalur
distribusi dan sistem pemasaran serta cara pemasaran (Wibowo, 1996).
2.8. Analisa Usaha
Setiap usaha yang dilaksanakan
diharapkan akan memperoleh suatu keuntungan dan untuk mengetahui keuntungan
dari usaha tersebut, dapat digunakan berbagai metode analisa kelayakan usaha.
Selanjutnya
untuk menghitung suatu kelayakan usaha kelayakan usaha yang dimaksud maka
minimal mengetahui aspek biaya dan peralatan yang dipergunakan, serta hasil
penjualan sehingga diperoleh laba atau keuntungan yang diharapkan. Menurut
Wibowo (1995) Laba merupakan hasil pengurangan dari hasil penjualan yang
diperoleh dengan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam produksi. Apabila nilai
laba bertanda ( - ) maka usaha tersebut mengalami kerugian.